JAKARTA – Pandemi virus corona (Corona Desease-2019/Covid-19) membuat pemerintah di seluruh dunia bersiaga. Untuk ‘berperang’ melawan virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China (RRC) ini, pemerintah menggelontorkan stimulus baik untuk membantu penanganan dari aspek kesehatan maupun meredam dampak di sisi sosial-ekonomi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan pandemi virus corona sebagai darurat global. Per 21 April, WHO mencatat jumlah pasien positif corona sudah hampir menyentuh 2,4 juta orang. Sementara pasien yang meninggal dunia tidak kurang dari 162.000 orang.
Penyebaran virus yang begitu cepat dan luas membuat aktivitas penduduk terpaksa dibatasi. Pembatasan sosial (social distancing) mengharuskan manusia menjaga jarak dan menghindari kerumunan.
Wujud dari social distancing adalah penutupan kantor dan pabrik, peliburan sekolah, larangan restoran melayani makan-minum di tempat, penutupan lokasi pariwisata, dan sebagainya. Ini membuat aktivitas ekonomi nyaris lumpuh sehingga resesi global menjadi sebuah keniscayaan.
Di sini kemudian pemerintah mengambil peran. Instrumen fiskal di hampir seluruh negara kini difokuskan untuk menangani pandemi virus corona.
Tidak terkecuali di Indonesia. Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan pandemi virus corona sebagai darurat nasional sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan berfungsi sebagai ‘gudang peluru’ dalam memerangi pandemi tersebut.
Pemerintah Indonesia pun meluncurkan berbagai stimulus fiskal. Sejauh ini pemerintah sudah empat kali mengumumkan paket stimulus yang bernilai ratusan triliun rupiah. Bukan tidak mungkin paket stimulus akan semakin bertambah, demikian pula kebutuhan dananya.
Kali pertama pemerintah mengumumkan paket stimulus adalah pada 25 Februari 2020. Pada paket stimulus fiskal tahap I, ada beberapa program yang menjadi fokus.
Pertama adalah menaikkan jaring pengaman sosial dengan menambah manfaat Kartu Sembako sebesar Rp50.000 per bulan selama enam bulan. Kebutuhan anggaran untuk program ini adalah Rp4,56 triliun.
Kedua adalah menghidupkan kembali subsidi bunga (Rp800 miliar) dan subsidi uang muka (Rp700 miliar) yang sempat dicoret dan APBN 2020. Anggaran untuk subsidi perumahan ini bernilai Rp1,5 triliun.
Ketiga adalah memberikan insentif buat sektor pariwisata. Maklum, sektor pariwisata adalah salah satu yang terkena dampak terhebat dari pandemi virus corona. Ketika virus mematikan sedang mengintai, jangankan pelesiran, keluar rumah pun berpikir dua kali.
Poin ketiga ini terdiri dari:
1. Diskon harga tiket pesawat untuk 10 destinasi wisata dengan jumlah anggaran Rp0,4 triliun.
2. Kompensasi pajak hotel/restoran sebesar Rp3,3 triliun.
3. Hibah sebesar Rp0,1 triliun untuk pariwisata.
Kemudian situasi berubah dengan dinamis. Paket stimulus jilid I dirasa tidak cukup untuk membentengi Indonesia dari dampak pandemi corona. Insentif buat sektor pariwisata juga mengundang kontroversi, karena dinilai semakin membuat rakyat Indonesia rawan terjangkit virus corona dari warga negara asing (imported case).
Pada 13 Maret, pemerintah mengumumkan paket stimulus fiskal fase II yang terdiri dari:
1. Relaksasi Pajak Penghasilan (PPh) 21 melalui skema Ditanggung Pemerintah (DTP) kepada seluruh sektor industri pengolahan. Diberlakukan selama enam bulan untuk karyawan dengan gaji di bawah Rp 200 juta/bulan. Kebutuhan anggarannya adalah Rp 8,6 triliun.
2. Relaksasi PPh 22 impor untuk 19 sektor di industri pengolahan dan Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE). Berlaku selama enam bulan. Kebutuhan anggarannya Rp 8,15 triliun.
3. Relaksasi PPh 25 dengan bentuk pengurangan pajak korporasi sebesar 30% untuk 19 sektor tertentu. Berlaku selama enam bulan. Kebutuhan anggarannya Rp 4,2 triliun.
4. Relaksasi restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berupa bebas audit dan tanpa plafon untuk 19 industri tertentu selama enam bulan. Kebutuhan anggarannya Rp 1,97 triliun.
“Itu Rp 125 triliun sendiri (tambahan defisit APBN) karena belanja tidak direm tapi penerimaan turun. Kita akan lihat APBN memberikan dampak suportif kepada ekonomi hampir 0,8% kepada PDB (Produk Domestik Bruto),” kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, kala itu.
Kemudian pada akhir Maret, pemerintah kembali membuat pengumuman mengenai stimulus fiskal. Kali ini, stimulus akan dituangkan dalam landasan hukum yaitu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Deseasei 2019 (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Sstabilitas Sistem Keuangan. Dalam
Perppu inilah kemudian muncul anggaran stimulus fiskal yang bernilai Rp 405,1 triliun. Anggaran tersebut akan dipakai untuk berbagai kebutuhan sebagai berikut:
1. Bidang Kesehatan Rp 75 triliun, meliputi perlindungan tenaga kesehatan, pembelian alat kesehatan, perbaikan fasilitas kesehatan, dan insentif dokter.
2. Jaring pengaman sosial atau Rp 110 triliun, yang akan mencakup penambahan anggaran Kartu Sembako, Kartu Pra-Kerja, dan subsidi listrik.
3. Insentif perpajakan dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Rp 70,1 triliun. Termasuk penurunan tarif PPh Badan menjadi 22% pada 2020 dan 2021, kemudian turun lagi menjadi 20% pada 2022.
4. Pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp 150 triliun.
Teranyar, pemerintah kembali membuat pengumuman soal stimulus fiskal pada 22 April alias kemarin. Pemerintah mengumumkan ada stimulus bagi kelompok masyarakat yang terdampak pandemi virus corona baik itu individu/rumah tangga, kelompok Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)/koperasi/sektor riil, serta kelompok sektor keuangan. Kebijakannya meliputi kelonggaran/ penundaan/pemotongan pajak, kelonggaran/penundaan pembayaran kredit, restrukturisasi kredit, kelonggaran aturan dan perizinan, kemudahan berusaha dan investasi, percepatan proses dan layanan, pengurangan administrasi dan biaya, serta kredit untuk peningkatan modal kerja.
“Beberapa stimulus tersebut merupakan perluasan dari kebijakan II, terutama yang terkait pemberian insentif fiskal melalui pembebasan, pengurangan atau pajak ditanggung pemerintah atas PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor dan PPh Pasal 25,” tutur Airlangga Hartarto, Menko Perekonomian, seperti dikutip dari siaran tertulis.
Stimulus untuk UMKM dan koperasi diberikan melalui relaksasi kredit untuk KUR, dan sedang disiapkan juga untuk kredit melalui Permodalan Nasional Madani (PNM) dan Pegadaian. Untuk KUR, telah diterbitkan Peraturan Menko Perekonomian No 6/2020 tentang Perlakuan Khusus bagi Penerima KUR yang Terdampak Covid-19, dengan memberikan penundaan angsuran pokok dan pembebasan angsuran bunga. Jumlah penerima KUR saat ini sebanyak 19,4 juta orang.
“Untuk masyarakat kecil penerima KUR yang terdampak pandemi Covid-19, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp 6,1 triliun, untuk memberikan keringanan berupa pembebasan angsuran bunga dan penundaan angsuran pokok selama 6 bulan,” kata Airlangga.
Untuk stimulus ekonomi di sektor riil, pemerintah telah memberikan insentif perpajakan kepada sektor industri manufaktur sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No 23/PMK.03/2020 yang berlaku pada 1 April 2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona. Permenkeu ini mengatur insentif pajak terkait PPh Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Setelah pemberlakuan PMK-23/2020, pemerintah menerima berbagai masukan dari para Asosiasi Usaha dan Industri, dan setelah melakukan beberapa kali evaluasi dengan melibatkan Kementerian/ Lembaga, asosiasi, dan stakeholders terkait, maka dilakukan perluasan atas sektor-sektor terdampak Covid-19 yang akan diberikan insentif fiskal. Perluasan sektor usaha ini telah dibahas dan diputuskan yang kemudian segera dituangkan dalam Permenkeu sebagai revisi PMK-23/2020.
Penambahan kelompok sektor tersebut adalah:
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan.
2. Pertambangan dan Penggalian.
3. Industri Pengolahan.
4. Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas dan Udara Dingin.
5. Pengelolaan Air, Pengelolaan Air Limbah, Pengelolaan dan Daur Ulang Sampah, dan Aktivitas Remediasi.
6. Konstruksi.
7. Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Sepeda Motor.
8. Pengangkutan dan Pergudangan.
9. Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum.
10. Informasi dan Komunikasi.
11. Aktivitas Keuangan dan Asuransi.
12. Real Estat.
13. Aktivitas Profesional, Ilmiah dan Teknis.
14. Aktivitas Penyewaan dan Sewa Guna Usaha Tanpa Hak Opsi, Ketenagakerjaan, Agen Perjalanan dan Penunjang Usaha Lainnya.
15. Pendidikan.
16. Aktivitas Kesehatan Manusia dan Aktivitas Sosial.
17. Kesenian, Hiburan, dan Rekreasi.
18. Aktivitas Jasa Lainnya.
19. Aktivitas Perusahaan di Kawasan Berikat.
Well, itulah gambaran besar dari stimulus fiskal yang diberikan pemerintah. Apakah stimulus fiskal ini mampu membawa Indonesia menuju kemenangan melawan pandemi virus corona? Hanya waktu yang bisa memberi jawabannya.#Sumber CNBC Indonesia/Red.